Seluruh umat muslim meyakini tanggal 17 Ramadhan 1432 H adalah yang sangat istimewa, karena momentum diturunkan Al-Qur'an (nuzulul Qur'an), dan secara tidak disengaja bertepatan dengan Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia ke 66, yaitu tanggal 17 Agustus 1945. Al-Qur'an merupakan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman bagi manusia dalam menata kehidupan demi mencapai kebahagiaan lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat. Dalam keyakinan umat muslim, konsep-konsep yang dibawa al-Quran selalu relevan dengan problema yang dihadapi manusia, karena itu ia turun untuk mengajak manusia berdialog dengan penafsiran sekaligus memberikan solusi terhadap problema tersebut di manapun mereka berada.
Peristiwa turunnya Al-Qur'an (Nuzulul Qur'an)-tanggal 17 Ramadhan-merupakan salah satu peristiwa yang sangat penting dalam sejarah dan perkembangan Islam. Kita lihat dalam surat al-Alaq 1-5 (ayat pertama kali turun) menjelaskan jawaban gelisah dan kerisauan yang dialami oleh nabi Muhammad SAW melihat realitas jahiliyah untuk memerdekakannya. Begitupun juga peristiwa tanggal 17 Agustus, di mana bangsa Indonesia merayakan hari proklamasi kemerdekaan sebagai wujud merdeka atas segala bentuk penjajahan di atas dunia.
Perubahan struktural kondisi kebangsaan menjadi tiang penyanggah yang kuat dari rapuhnya keyakinan (tauhid) dan robohnya nilai-nilai sosial kemanusiaan bahkan mampu membuka bendungan ekonomi yang mensejahterakan setelah sekian lama tersendat oleh kepentingan ideologis maupun golongan tertentu. Artinya, bersamaan peringatan Hari Jadi Negara Indonesia dengan Peringatan turunnya Kitab Suci Al-Qur'an tahun ini tentu mengandung nilai tersendiri bagi bangsa dan keutuhan Negara, terlebih bagi umat muslim. Dapat diinterpretasikan, bahwa seluruh komponen umat muslim agar secepatnya kembali kepada petunjuk Al-Qur'an dalam hidup berbangsa dan bertanah air.
Dalam wawancara Bung Karno dengan Cindy Adam (US), mengatakan bahwa pemilihan bulan Ramadhan yang dikawinkan dengan tanggal 17 pada hitungan masehi-nya, dimaksudkan agar identik dengan hari "Nuzul Qur'an" yang diyakini oleh mayoritas kaum muslimin di Indonesia sebagai hari turunnya kitab suci yang hingga kini dijadikan pedoman hidup bagi setiap muslim. Kemudian, menjadi landasan sebuah manifesto politik termodern yang sering disebut "piagam madinah".
Selanjutnya, pidato-pidato Bung Karno di setiap banyak kesempatan-dalam edisi cetak Indonesia menggugat-sering mengatakan bahwa kemerdekaan merupakan jembatan emas. Setelah jembatan itu terjadi manakala ada sebuah cita-cita tentang tata dunia baru. Merdeka adalah "a bridge to the drem word" yang masih belum terwjud. Bahkan, takkan pernah lahir dalam realitas kita jika anak-anak bangsa tidak mengapresiasi rahmat kemerdekaan yang sudah ada secara cepat.
Hal itu semua sebagai indikasi telah terejewantahkannya apresiasi terhadap rahmat Tuhan Yang Maha Esa melalui kerendahan hati untuk mengembalikan segalanya kepada Tuhan. Sebagaimana diekspresikan dalam Al-Qur'an surah Al-Kahfi, mencatat kerendah hatian seorang Zulkarnain, ahli metalurgi sekaligus penguasa muslim yang setelah sukses menyelamatkan sebuah kaum dari terror Negara yang kemudian menisbatkan kesuksesannya kepada Tuhan.
Sejak Al-Qur'an diturunkan sampai dengan sekarang tidak pernah terlepas dari suatu tradisi yang sedang berjalan. Dengan kata lain, pesan-pesan Al-Quran selalu berhubungan dengan pribadi atau masyarakat yang mengganggapnya sakral atau sebagai sentralitas etika universal.
Umat muslim Indonesia sering mengalami krisis nilai-nilai etika universal dan nilai kebangsaan karena tidak memahami Al-Qur'an secara benar. Salah satu indikasi, terjadinya pengaburan pada batas-batas norma dan etika yang mengakibatkan karutmarutnya krisis pemimpin bangsa. Akibatnya, masih sulit diverifikasi dalam memberikan keterangan tentang identitas individu dalam proses memimpin yang menunjukkan keremangan nasib bangsa secara adil dan bijaksana.
Dalam konteks nuzulul Quran, tugas kita adalah melakukan kontektualisasi ajaran dan pesan yang terkandung dalam peristiwa nuzulul Quran. Kita harus selalu berdampingan dengan Al-Quran dalam setiap pikiran, perkataan dan perbuatan. Persahabatan kita dengan Al-Quran baru sebatas pragmatis dan belum menjadi sesuatu yang harmonis sehingga Al-Quran belum membuka solusi terhadap problem kehidupan.
Melalui momentum nuzulul Quran dan Hari Kemerdekaan RI, semua persoalan di negeri ini segera mendapatkan petunjuk ke jalan yang benar dan dibangkitkan melalui perenungan para kebesaran pemimpin bangsa Negeri ini. Peringatan dua peristiwa penting bersejarah yang jatuh pada hari yang sama itu diharapkan mampu meningkatkan semangat keislaman sekaligus semangat Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Amin...!
Amin...!
0 Comments
Posting Komentar
Silakan berkomentar dengan bahasa sopan dan mudah dimengerti