Setelah merilis Sampai Ujung Dunia dan Test Pack: You’re My Baby
pada tahun lalu – yang berhasil membuktikan bahwa film drama dewasa
Indonesia mampu dikemas secara ringan namun tetap berhasil tampil
emosional, Monty Tiwa kembali hadir dengan film terbarunya yang kali ini
bernafaskan drama komedi, Operation Wedding. Dengan departemen akting yang diisi oleh jajaran pemeran muda berbakat di industri film Indonesia, Operation Wedding
sepertinya akan dapat dengan mudah menjadi sebuah film drama komedi
yang menghibur dan, tentu saja, menarik perhatian banyak penonton. Well… para jajaran pemeran muda dengan penampilan sangat atraktif tersebut memang mampu membuat Operation Wedding
menjadi sangat menyenangkan untuk dilihat. Namun ketika berhubungan
dengan jalan cerita yang mereka lakoni… buruk mungkin hanya satu-satunya
kesan yang dapat disematkan pada film ini.
Dengan naskah cerita yang ditulis oleh Raymond Lee (Golden Goal, 2011), Chairul Rijal (Bebek Belur, 2010) dan Vernawati Yunidar, Operation Wedding
berkisah mengenai kehidupan sebuah keluarga yang terdiri dari sang
ayah, Kardi (Bucek Depp), dan empat orang anak gadisnya yang sangat
rupawan, Tara (Sylvia Fully R), Lira (Kimberly Ryder), Vera (Dahlia
Poland) dan Windi (Yuki Kato). Dengan latar belakang yang berasal dari
dunia militer, Kardi merupakan sosok yang sangat protektif terhadap
keempat anak gadisnya, bahkan ketika mereka telah beranjak dewasa. Tidak
mengherankan jika kemudian kehidupan empat gadis muda tersebut
cenderung tertutup dari kehidupan luar, termasuk dari kehidupan romansa
yang seharusnya sedang mereka nikmati.
Konflik mulai muncul ketika Windi kembali
bertemu dengan teman masa kecilnya terdahulu, Rendi (Adipati Dolken),
yang kini telah tumbuh menjadi sesosok pemuda tampan. Rendi yang sedari
dahulu telah menyukai Windi, kini kembali menyatakan perasaannya
terhadap gadis tersebut. Sayangnya, tentu saja, hubungan tersebut
kemudian terhalang dengan sikap protektif yang dimunculkan oleh Kardi.
Melihat bahwa hubungannya dengan Rendi tidak akan berjalan lancar karena
sikap sang ayah, Windi kemudian mulai menyusun rencana bersama
kakak-kakaknya agar sang ayah dapat menerima posisi mereka sebagai
wanita dewasa yang kini telah siap untuk jatuh cinta… dan menikah.
Walau dengan keberadaan tiga orang yang bertanggung jawab terhadap penulisan naskah film ini, Operation Wedding
justru memiliki kelemahan terbesar pada bagian penceritaannya. Kisah
mengenai sekelompok gadis yang berusaha agar mendapatkan izin sang ayah
yang protektif untuk menikah maupun berpacaran sebenarnya bukanlah
sebuah ide cerita yang terlalu buruk untuk dikembangkan. Sayangnya, di
tangan Raymond Lee, Chairul Rijal dan Vernawati Yunidar, premis tersebut
justru dikembangkan menjadi sebuah alur penceritaan yang dipenuhi
dengan konflik-konflik yang begitu dangkal, cenderung bodoh dan
seringkali melupakan keberadaan unsur logika dalam penyampaiannya.
Ketiganya terlihat terlalu berusaha untuk menghadirkan unsur drama,
romansa dan komedi dalam jalan cerita Operation Wedding tanpa pernah sekalipun terlihat mampu untuk menangani ketiga elemen cerita tersebut.
Tidak hanya dari sisi cerita, karakter-karakter yang dihadirkan dalam jalan penceritaan Operation Wedding juga cenderung dihadirkan dengan begitu dangkal. Lihat bagaimana naskah
cerita film ini menggambarkan karakter Kardi yang begitu overprotective
dengan berbagai tindakan anehnya, tingkah polah keempat karakter anak
gadis Kardi yang lebih sering tampil dengan kelakuan yang mengganggu
daripada menarik perhatian atau bahkan karakter empat kekasihnya yang
sepertinya hanya dijadikan untuk pemicu kehadiran unsur komedi maupun
drama berlebihan pada jalan cerita film ini. Penggambaran
karakter-karakter yang begitu karikatural inilah yang semakin membuat
kualitas penceritaan Operation Wedding semakin menyiksa untuk diikuti.
Dengan karakter-karakter yang dangkal
tersebut tidak mengherankan jika kemudian talenta-talenta yang hadir
dalam departemen akting film ini seringkali terkesan hadir secara
sia-sia. Jangan salah. Seluruh jajaran pemeran film ini telah berusaha
semampu mereka untuk menghidupkan karakter yang mereka perankan –
mungkin kecuali Bucek Depp yang terlihat selalu kaku dalam
penampilannya. Sayangnya, penampilan yang cukup lumayan tersebut tidak
pernah mampu tergali dengan baik. Hasilnya, penampilan masing-masing
pemeran menjadi gagal untuk tampil kuat dengan chemistry antar setiap pemeran yang ada di Operation Wedding terasa begitu minim keberadaannya.
Terlepas dari jajaran pemeran yang diisi dengan wajah-wajah yang berpenampilan begitu atraktif (Hi, Kimberly Ryder!), Operation Wedding sayangnya menghadirkan deretan penceritaan dengan kualitas yang begitu
menyedihkan. Ketiga penulis naskah cerita film ini sepertinya sama
sekali tidak tahu bagaimana cara untuk mengembangkan sebuah naskah
cerita yang mampu menghadirkan elemen drama, romansa dan komedi di
dalamnya. Ditambah dengan kehadiran dangkalnya penggambaran setiap
karakter yang ada di jalan cerita film ini, setiap jengkal penceritaan Operation Wedding menjadi begitu datar, bodoh, bertele-tele dan jauh dari kesan menarik.
sumber : At The Movies
0 Comments
Posting Komentar
Silakan berkomentar dengan bahasa sopan dan mudah dimengerti